[9th] 15:40:45 – (Un)Fair

myung-ji-154045-115:40:45

(Un)Fair

written by Quinniechip

T-ara’s Jiyeon – Infinite’s L – EXO’s Sehun – SHINee’s Minho || and other minor cast || Romance Friendship School Life || Chapter

Poster here | Prev here

-oOo-

“Kau tahu tidak, siswa tingkat dua yang bernama Kim Myungsoo?” Tanya Jinki memecah keheningan.

Minho yang merasa asing dengan namanya hanya menggeleng, “Sepertinya tidak, memang ada apa?”

“Itu..” Jinki berhenti sejenak, “Tentang kau dan Jiyeon yang-”

“Ah Kim Myungsoo.” Potong Minho cepat.

Minho langsung menegakkan tubuhnya dan duduk menghadap Jinki, “Drummer yang berada satu grup dengan Jiyeon, bukan?”

Jinki hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan dan kembali diam. Minho yang meerasa tak ada yang harus ia katakan lagi kembali menyibukkan diri dengan ponsel ditangannya.

“Kau.. tidak cemburu dengannya?”

Pertanyaan tiba-tiba Jinki membuat Minho kembali kehilangan konsentrasinya. Dengan cepat ia menolehkan kepalanya memandang Jinki, “Haruskah?”

“Mengapa aku harus cemburu dengannya?” Tanya Minho tertawa, “Aku tak menemukan apapun yang harus aku permasalahkan dengannya.”

Jinki memandang heran pada Minho, “Aku bingung denganmu.”

“Sebenarnya apa hubunganmu dengan Jiyeon?”

Minho terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab, “Teman dekat, mungkin..”

“Ya, kau tahu aku menyukai Park Jiyeon.” Lanjut Minho tak yakin, “Mengapa tiba-tiba kau menanyakan hal semacam ini padaku?”

“Nah..!” Tunjuk Jinki setengah berteriak, “Inilah yang aku bingungkan darimu. Kau mengatakan jika kau menyukai Jiyeon, memberinya hadiah ini dan itu, memperhatikannya secara berlebihan, bahkan cokelat yang seharusnya kau berikan padaku, justru kau berikan padanya..”

Sekal lagi Minho hanya mengerutkan dahinya dan menatap heran pada Jinki, “Apa kau menggangguku dihari sesore ini hanya untuk membicarakan hal tak penting seperti ini, huh?”

“Tidak. Bukan hanya itu.” Balas Jinki cepat, “Oh baiklah. Apa kau sama sekali tak merasa terganggu dengan Myungsoo?”

“Sebenarnya apa yang kau bicarakan?” Minho masih tak mengerti, “Untuk apa aku merasa tergangggu dengan orang yang sama sekali tak memiliki masalah denganku. Kau aneh.”

Jinki hanya mengacak rambutnya dan mencoba mengatur kalimatnya agar Minho segera mengerti apa maksud pembicaraannya kali ini, “Apa kau tak ingat, di studio musik lalu kantin.”

“Kim Myungsoo menyukai Park Jiyeon, Choi Minho!”

Minho hanya tertawa menanggapinya, “Aku tahu.”

Mendengar jawaban singkat Minho membuat Jinki hanya bisa menunjukkan keheranan dengan diam menatapnya dengan mulut yang sedikit terbuka. Temannya yang satu ini memang luar biasa. Pikirannya benar-benar tidak bisa ditebak. Bagaimana bisa ia menanggapinya sesantai ini. Oh dasar alien..

“Aku.. tahu?” Jinki mengulangi ucapan Minho penuh penekanan, “Lalu?”

Minho menaikkan alisnya sebelah, “Lalu apa? Baiklah, biar aku perjelas. Aku sudah mengetahui jika Kim Myungsoo menyukai Park Jiyeon. Tapi kurasa tidak ada yang harus dipermasalahkan karena Jiyeon tidak menyukainya, bahkan lebih pantas disebut jika Jiyeon terganggu dengan kehadiran Myungsoo.”

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bahkan Myungsoo lebih terlihat seperti main-main, kau bisa lihat caranya memperlakukan Jiyeon, sungguh tidak manusiawi. Ia terlalu kekanakan.”

Minho mengakhiri penjelasannya dengan tawa kecil penuh makna. Jinki hanya bisa diam setelah mendengar jawaban dari pemikiran Minho. Ia tidak mempermasalahkannya sama sekali dan apa lagi yang harus ia katakan. Biarkan segalanya mengalir sesuai dengan perannya masing-masing.

“Asal kau tahu saja, sikapnya yang berbeda mungkin bisa membuat Jiyeon lebih tertarik.”

Belum sempat Minho mengerti dengan ucapan yang baru saja dikatakan Jinki, perhatiannya sudah teralihkan oleh sosok lelaki yang terlihat familiar dimatanya datang dan berjalan mendekat kearahnya dengan langkah yang cukup cepat. Minho yang masih sibuk menebak siapa yang datang didahului dengan sosoknya yang entah sudah sejak kapan berdiri tepat di depannya.

“Kau Oh Sehun, ada ap-”

Panggilan Minho dengan cepat terpotong karena cengkraman kuat pada kerah seragamnya. Ditarik keatas dengan cara seperti itu tentu saja membuat Minho bingung disaat ia tak mengetahui apa masalah yang sebenarnya. Melihat siapa yang ada dihadapannya saat ini juga tak membuatnya mengingat apa salahnya.

“Se.. Sehun-ah, ada apa sebenar-”

“Kau..” Ucapan Minho sekali lagi terpotong, “Selama ini aku menghormatimu dengan sepenuh hatiku. Benar-benar mengagumimu, apapun yang kau lakukan. Tapi mengapa.. WAE!”

Sehun menghentakkan cengkramannya keras dan membuat Minho sedikit terjungkal ke belakang. Sehun mundur beberapa langkah, masih dengan tatapan tajam yang tak pernah dilepasnya sejak pertama kali ia muncul dihadapan Minho. Memandangnya secara keseluruhan dari ujung kaki hingga rambut, semakin membuat emosi Sehun mendidih. Tanpa ia inginkan, bayangan wajah Jiyeon berkelebat dalam pikirannya, membuat api dalam dirinya semakin sulit dipadamkan.

“Ada apa?”

Minho masih berusaha tenang mencoba mencari tahu apa masalah yang sebenarnya. Mengapa tiba-tiba Sehun datang dengan emosi yang sudah berkobar dan apa salahnya hingga Sehun datang seakan menantangnya dan meminta bayaran atas kesalahannya.

Ditambah lagi dengan semakin banyak siswa lain yang mengerumuninya. Saling berbisik dan menunjuk kearah Minho juga Sehun yang menjadi bintang utamanya. Memandang kejadian konyol seakan ini adalah hal yang patut ditonton.

“Mungkin aku memang bodoh.” Desis Sehun pelan, “Selama ini aku tak pernah menyadari segala sikapmu terhadap Jiyeon. Cara licikmu benar-benar berhasil, Choi Minho.”

Minho terdiam seakan tak bisa berkata-kata lagi. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya Sehun memanggilnya tanpa embel-embel hyung, mengetahui usianya yang lebih tua dua tahun darinya. Minho tak menyangka jika Sehun akan melakukan hal ini dihadapan begitu banyak siswa. Sehun benar-benar melakukan hal yang sama sekali tak ia mengerti arah dan tujuannya.

“Sebaiknya redakan emosimu dan kita bicarakan baik-”

Buukkkk!

Satu pukulan dari kepalan besar Sehun benar-benar memukul keras rahang bawah Minho. Sehun sudah tidak bisa menahannya lagi. Nafasnya berderu kencang dengan dada yang sudah naik turun. Wajahnya sudah memerah menahan emosi sejak awal.

Minho yang terjatuh dengan punggung menyentuh tanah hanya bisa mendesis kesakitan sambil memegangi bagian belakang tubuhnya yang terdorong menyentuh tanah dengan keras. Rasa anyir darah perlahan memasuki sela-sela pinggir bibirnya, Minho menyentuhnya dan ia hanya bisa mengerang dengan darah yang semakin lama semakin banyak keluar. Dengan emosi yang mulai terpancing, Minho bangun dengan cepat, membalas tatapan Sehun sama tajam dan berapi-api.

Buuukkk!

Satu tinju balasan dari Minho tepat mengenai pipi kiri Sehun. Ia sudah mempersiapkan kakinya agar tak terjatuh sama seperti yang ia lakukan pada Minho. Sehun memegangi pipinya lalu tertawa meremehkan memandang rendah pada Minho.

“Hanya ini kekuatanmu?”

Minho menarik nafasnya dalam. Mencoba menenangkan dirinya agar tak semakin terpancing emosi, yang akan membuatnya melakukan hal bodoh dan memalukan lain, mengingat betapa banyak siswa yang memperhatikan mereka kali ini.

“Aku sudah mencoba meredam emosi dan kau tetap melakukannya. Aku tidak mau dipermalukan dan direndahkan oleh junior sepertimu.”

Buukkk!

Sekali lagi Minho melayangkan tinjunya pada Sehun. Kali ini lebih keras dan berhasil membuat Sehun jatuh terjembab seperti yang telah ia lakukan pertama kali pada Minho. Bicara pada Sehun semakin membuat emosi Minho naik. Benar-benar tidak bisa ditahan lagi, Minho membalikkan tubuh Sehun dan mencengkram kerahnya kuat lalu menariknya ke atas.

Buukkk!

Suasana semakin ramai sejak adegan tinju meninju mulai dilayangkan oleh Sehun dan kemudian disusul oleh Minho. Semakin banyak siswa yang berkumpul dan mengerubungi, berdesakan ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi pada senior-junior klub sepakbola ini. Bahkan ada yang nekat naik ke atas pohon demi melihat adegan demi adegan dengan lebih jelas.

Jimin yang berada disekitar halaman samping dengan tujuan hunting foto untuk klub fotografinya juga ikut terganggu dengan lalu lalang siswa yang melewati objek fotonya. Awalnya Jimin sama sekali tak peduli dan tak mau ikut campur dengan apa yang terjadi di sana, tetapi semakin banyaknya siswa yang datang membuatnya ikut penasaran apa yang sebenarnya terjadi hingga mengundang begitu banyak perhatian.

Mengingat tubuhnya yang tidak terlalu tinggi membuat Jimin tidak bisa begitu saja tetap pada posisinya untuk mengetahui apa yang terjadi. Berusaha mendengar suaranya saja tidak bisa karena telah dikalahkan oleh bisikan dan teriakan dari siswa lain. Setelah berusaha menerobos beberapa lapis kerumunan, akhirnya Jimin sampai di barisan paling depan.

Ia mengenal dua orang yang sedang beradu. Oh Sehun dan Choi Minho. Walaupun tak mengetahui awal masalanya seperti apa, tapi sepertinya Jimin tahu apa penyebab utamanya. Dengan cepat ia langsung keluar dari kerumunan dan berlari secepat mungkin sebelum masalahnya semakin runyam.

-O-

Sudah seminggu ini Jiyeon selalu pulang lebih sore daripada jam sekolah normalnya. Mengingat bahwa akhir minggu depan mereka akan menampilkan penampilan perdananya bersama band yang baru saja dibentuk. Dan hari ini sudah memasuki kurang dari delapan hari menuju penampilan. Latihan yang biasanya hanya diisi dengan acara mengobrol dan bercanda kini tidak bisa diremehkan lagi. Tidak ada main-main lagi, mereka harus serius untuk menampilkan hasil yang maksimal.

Tapi sepenting apapun penampilan musik ini, para anggota masih memiliki urusan masing-masing dengan sekolahnya. Seperti Kyungsoo yang harus melakukaan remidi karena nilai yang kurang memuaskan, Kevin dan Baekhyun yang masih harus melakukan hukuman karena ketahuan mencontek saat ujian, juga Hyeri yang masih terjebak dalam kelas tambahan. Alhasil hanya Myungsoo dan Jiyeon yang sudah siap untuk latihan sore ini.

Melihat hanya ada Myungsoo yang sibuk membuat keributan studio dengan memainkan drum-nya dengan tenaga yang tidak sedikit membuat Jiyeon ingin pergi dan memilih menunggu yang lain datang di tempat lain. Tapi Myungsoo yang mengajaknya untuk merundingkan lagu apa yang akan dibawakan pada saat penampilan nanti membuat Jiyeon mengurungkan niatnya untuk pergi dan memilih untuk masuk ke dalam studio.

“Jadi lagu apa yang akan kita bawakan nanti?”

Jiyeon masih sibuk memilih lagu dalam tablet miliknya, “Apa saja yang disarankan Baekhyun kemarin?”

“Problem milik Ariana Grande, Mirror dari Justin Timberlake, dan selanjutnya aku tidak ingat, Hyeri yang mencatatnya.” Jawab Myungsoo berusaha mengingat.

Jiyeon hanya menganggukkan kepalanya, “Bukankah berarti kita harus mengaransemen?”

“Memang seperti itu. Miss Noh bukanlah orang yang semudah itu, hanya dengan bernyanyi dan memainkan musik dengan not dan nada yang sudah ada.”

“Oh baiklah, tuan sok tahu.” Lirik Jiyeon tak suka.

“Aku tidak-”

“JIYEON-AH!”

Teriakan seseorang dari arah luar seketika menghentikan ucapan Myungsoo yang belum selesai. Keduanya langsung menoleh kearah sumber suara. Belum sempat mereka beranjak, seseorang sudah lebih dulu muncul dengan nafas terengah dan keringat yang mulai bercucuran dari sela dahinya.

“Jiyeon-ah.. Kau.. harus.. melihat..”

“Ya! Jimin-ah, ada apa?” Sela Myungsoo tak sabar.

Jimin masih berusaha mengatur nafasnya sebelum kembali bicara, “Di taman samping, kau harus melihatnya, as soon as possible!”

Jiyeon yang tak mengerti hanya mengerutkan dahinya, “Katakan yang jelas, sebenarnya ada apa?”

“Sehun dan Minho sunbae!” Ucap Jimin sedikit berteriak, “Mereka bertengkar, berteriak satu sama lain, saling meninju, dan-”

Jimin tak melanjutkan ucapannya lagi setelah Jiyeon dengan cepat berlari dan keluar meninggalkan studio. Myungsoo dan Jimin yang tertinggal hanya bisa diam. Jimin yang masih terengah sambil mengipasi tubuhnya yang mengeluarkan banyak keringat, sedangkan Myungsoo hanya menatap Jimin dengan wajah kesal.

“Ya Park Jimin!” Panggil Myungsoo, “Haruskah kau datang dan membawa berita tak menyenangkan itu..”

“Oh bahkan disaat aku memiliki quality time berdua dengan Jiyeon.”

Jimin hanya bisa tersenyum meringis, “Maaf. Tapi sepertinya kau harus mencari quality time diwaktu lain.”

“Wah sahabat macam apa kau ini. Ya! Jimin-ah..!”

Teriakan Myungsoo yang cukup kencang sudah tak digubris sama sekali oleh Jimin. Ia justru pergi meninggalkan Myungsoo dan kembali ke tempat kejadian semula. Mencoba melihat bagaimana perkembangan masalahnya setelah ia memanggil Jiyeon untuk datang.

Myungsoo yang ditinggal sendiri hanya bisa mendengus kesal. Daripada ia sendiri dalam studio yang sepertinya bukan tempat yang baik untuk sore ini, Myungsoo lebih memilih mengikuti Jiyeon dan Jimin keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi di taman samping sekolah. Sebenarya Myungsoo sama sekali tak tertarik dengan apa yang terjadi, tapi setelah berpikir sekali lagi, mungkin ini akan menjadi tontonan menarik di sore yang membosankan ini.

Tidak sulit untuk mencari tahu tempat yang dituju Jiyeon dan Jimin, hanya satu titik yang ramai dikelilingi oleh para siswa yang berdesakan untuk menempati barisan paling depan dan melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi. Sudah sampai di tempat ini, Myungsoo juga tak ingin ketinggalan. Dengan mudah ia menggeser barisan yang ada di depannya atau lebih teptnya mereka yang menyingkir terlebih dahulu karena tahu Kim Myungsoo akan melewatinya. Memang sudah bukan rahasia lagi jika Myungsoo adalah siswa yang disegani, mungkin mereka lebih memilih untuk mundur daripada harus berurusan lebih lanjut dengannya.

“Hentikan. Aku bilang hentikan!”

Teriakan kecil Jiyeon yang sudah menerobos masuk lebih dulu tak digubris sama sekali oleh keduanya yang masih sibuk bergelut dengan satu sama lain. Sorakan dari seluruh siswa yang berkumpul juga membuat teriakan Jiyeon semakin teredam.

Jiyeon mencoba menghentikan dengan lebih mendekat dan mencoba memisahkan dengan tangannya. Tapi sepertinya bukan cara yang tepat disaat Sehun dan Minho masih dalam keadaan panas seperti ini, bahkan kedatangan Jiyeon yang menjadi penyebab utamanya pun sama sekali tak mereka sadari. Jiyeon juga tidak mau menanggung resiko lebih banyak dengan nekat maju lebih dekat, pukulan dari tangan Sehun atau Minho pasti akan mengenai anggota tubuhnya.

Jujur saja, hal ini sungguh memalukan, menjadi pusat perhatian bukan karena hal yang baik. Walaupun tak ada yang memberi tahu apa penyebab utamanya, bagaimana awal ceritanya hingga bisa sampai seperti ini parahnya, Jiyeon bisa menebak bahwa ini berhubungan dengan dirinya. Walau bisa saja karena hal lain yang sama sekali tak ada hubungan dengannya, mungkin karena masalah klub atau apapun itu, tapi sejak Jimin berlarian dengan keringat bercucuran dan nafas berderu, Jiyeon merasa bahwa ini ada hubungannya dengan dirinya, Sehun dan Minho bertengkar karenanya dan ia tak tahu apa penyebab utamanya.

“Ya! Choi Minho! Oh Sehun!”

Panggilan satu nafas Jiyeon seketika membuat semuanya terdiam, tidak ada lagi yang bicara. Begitu juga dua orang yang menjadi pusat perhatian utama. Masih dengan posisi yang sama seperti satu detik yang lalu, saling berpandangan dengan kemarahan luar biasa dan sedetik kemudian perhatiannya juga teralihkan pada sesosok gadis yang berdiri di tengah kerumunan dengan rambut panjang terurai yang sedikit berantakan diterpa angin.

Ekspresi keduanya sontak berubah. Cengkraman kuat Minho pada kerah seragam Sehun juga perlahan melemah dan terlepas. Begitu juga dengan Sehun yang memegang keras lengan kiri Minho, ia langsung melepaskannya saat ia sadar bahwa bukan hanya siswa lain yang memperhatikan mereka berdua. Gadis itu –yang entah sejak kapan datang– juga melihatnya, kejadian bodoh ini, lampiasan emosi Sehun yang sudah terlalu mendidih. Entah apa yang bisa dilakukan Minho saat ini kecuali diam mematung sambil memandang gadis cantik yang berdiri tak lebih dari lima meter di depannya. Ia menyesal, bukan karena siswa lain yang mungkin akan membicarakannya di depan atau di belakangnya nanti, ia hanya merasa bodoh di depan Jiyeon saat ini, dan mengapa disaat seperti Jiyeon harus muncul dan melihat semuanya. Ah seharusnya ia bisa menahannya sejak awal tadi..!

“Ji-”

Belum sempat Minho menyelesaikan panggilannya, bahkan belum satu sentipun ia sempat bergerak, Jiyeon sudah pergi terlebih dahulu. Berlari meninggalkan kerumunan dengan langkah yang cukup cepat dan Minho berani bertaruh bahwa cairan bening itu masih menggenang di pelupuk matanya. Mungkin air mata itu sudah jatuh dan mengalir di pipi Jiyeon, gadis yang entah sejak kapan telah berhasil menarik hatinya, dan sialnya air mata itu jatuh itu karena dirinya sendiri.

Perasaan kecewa dan geram tercampur menjadi satu. Terlihat begitu jelas dimatanya. Rasa kesal pada Sehun menjadi lebih besar berkali lipat. Ingin sekali rasanya kembali melampiaskan kekesalannya dengan kepalan tangannya, tapi sekali lagi Minho berpikir, mungkin itu bukanlah pilihan yang baik dan pasti akan lebih memperburuk keadaan. Menyalahkan juniornya ini juga tak ada gunanya, karena memang ini bukanlah murni kesalahan Sehun, jika saja Minho tidak terpancing pada emosi Sehun, mungkin keadaannya tak akan seburuk ini, mungkin ia tak harus mempermalukan diri di depan puluhan siswa lain, dan yang paling penting ia tak harus bertingkah bodoh di depan gadisnya. Menyesal, sangat dan benar-benar menyesal.

Entah apa yang dirasakan Jiyeon kali ini, semuanya tercampur aduk menjadi satu. Bingung, kecewa, sedih, dan entahlah, Jiyeon juga tak bisa memastikan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini, apa yang ia rasakan setelah melihat kejadian di taman tadi, dua orang yang beberapa minggu ini menjadi lelaki terdekatnya. Jiyeon tak pernah menduga bahwa semuanya akan berjalan seperti ini, bahkan sebelumnya Jiyeon sama sekali tak pernah meyangka bahwa semua akan menjadi seperti ini. Jiyeon tahu betul bahwa Sehun dan Minho sangatlah dekat, hubungan keduanya bahkan sudah seperti kakak dan adiknya. Sama sekali bukan masalah dan tak akan pernah menjadi masalah. Hanya Jiyeon tak pernah menyadari bahwa berakhirnya hubungannya dengan Sehun yang terkesan mendadak dan Minho yang tiba-tiba datang mendekat akan membawa persepsi lain bagi Minho dan Sehun. Jiyeon tak pernah menyadari bahwa ini adalah suatu hubungan yang buruk antara Jiyeon dengan Minho, Jiyeon dengan Sehun, maupun hubungan antara Sehun dengan Minho.

Jiyeon hanya berlari menjauh bahkan tanpa tahu kemana kakinya melangkah. Tanpa ia sadar kini ia sudah berada di taman belakang sekolah tepat di bawah pohon besar yang sudah bertahun lamanya hidup disana. Menghirup udara segarnya tidak cukup untuk menenangkan hatinya, memandang luas rumput yang tumbuh juga tidak begitu membantu. Perasaannya benar-benar buruk saat ini. Bahkan candaan Kyung sekalipun –yang biasanya sangat ampuh untuk menyenangkan hatinya– sepertinya tak berlaku lagi.

Jiyeon jatuh terduduk dengan kedua lutut yang ditekuk dan telapak tangan yang menutupi seluruh wajahnya, mencoba menahan agar air matanya tak jatuh lebih banyak lagi. Jika ada yang meliihat keadaan Jiyeon saat ini, mungkin mereka akan mengira bahwa Jiyeon adalah gadis setengah gila yang kabur dari rumah sakit jiwa, bagaimana tidak, seragamnya sudah tak serapi biasanya, lengan panjang seragamnya yang disingsingkan sebelah, sepatu yang terlepas sebagian dari kakinya dan rambut yang teracak berantakan menjadi fokus utamanya. Benar-benar kacau.

Pikiran Jiyeon hanya terpaku pada pertengkaran antara Sehun dan Minho yang baru saja ia lihat. Adu jotos antara Sehun dan Minho tidak bisa dikatakan hanya sekedar perselisihan atau pertikaian kecil, ini sudah lebih dari itu, dan Jiyeon tahu hal ini akan menjadi lebih rumit jika dibiarkan begitu saja.

“Hai.”

Segelas kopi hangat dengan asap putih yang masih mengepul panas diatasnya kini sudah berada tepat ujung sepatunya. Kehadiran seseorang dan segelas kopi hangatnya tentu saja membuat Jiyeon terkejut ditengah lamunannya. Jiyeon menoleh kearah samping, mencoba mencari tahu siapa sosok yang barusaja datang dan duduk di sebelahnya tanpa ijin.

“Kau..?”

Jiyeon menunjuk lelaki dengan seragam yang tidak lebih rapi darinya yang kini duduk di sebelahnya sambil tersenyum menunjukkan sederetan gigi depannya.

“Minumlah.”

Lelaki itu hanya menunjuk gelas kopi yang sengaja ia bawa untuk Jiyeon dengan dagunya. Jiyeon hanya memandang lelaki disampingnya dan gelas kopi di depannya secara bergantian, lalu ia kembali menatap kosong kearah hamparan luar rumut tanpa mempedulikan apapun.

“Diamlah.”

Balas Jiyeon singkat tanpa menoleh kearahnya. Lelaki itu hanya menunjukkan wajah masam tanpa sepengetahuan Jiyeon. Jika bukan karena rencana cemerlang yang baru ia pikirkan sepuluh menit yang lalu, mungkin saat ini gelas itu sudah kosong dengan kopi yang meluncur hangat di sela rambut Jiyeon. Jika bukan karena dirinya yang jatuh hati pada Jiyeon, mungkin ia tak akan bersikap sesabar ini pada gadis sombong di sampingnya.

“Aku hanya-”

“Atau aku akan lebih senang jika kau pergi, Kim Myungsoo.”

Ucapan Myungsoo terpotong dan ia tak mencoba untuk menyahutnya kembali. Kalimat yang Jiyeon lontarkan benar-benar mengunci mulutnya. Hanya bisa menunjukkan wajah masamnya sekali lagi dengan bibir yang sudah termanyum maju.

Suasana kembali hening seperti sedia kala. Myungsoo dan Jiyeon saling diam dan tak ada yang mencoba untuk membuka percakapan kembali. Pandangan keduanya terlempar jauh kearah hamparan luas taman belakang sekolah yang sengaja dibuat luas tanpa banyak item untuk sekedar refreshing. Walau terkadang taman ini juga dimanfaatkan oleh banyak siswa untuk tidur disaat membolos pelajaran, karena mereka tahu bahwa para guru sangat jarang berkeliling di area taman belakang sekolah.

Myungsoo kembali menatap ke arah gelas kopi yang ia bawa khusus untuk Jiyeon. Kepulan asap putih yang semula ada kini sudah tak terlihat lagi. Secepat itu kopi yang semula panas kini sudah menjadi kopi dingin karena dibiarkan tertiup angin tanpa disentuh sedikitpun.

“Setidaknya minumlah kopi yang aku bawa. Aku tahu kau sering meminumnya disaat hatimu sedang kacau seperti saat ini.”

Jiyeon menoleh dan menatap pada Myungsoo dengan wajah datar yang sama seperti sebelumnya. Myungsoo hanya menyunggingkan senyumnya kecil.

“Maaf, aku tidak memberimu cokelat. Tidak ada cokelat yang bisa aku beli di dekat sini.”

Kini Jiyeon menatap Myungsoo heran. Kedua alisnya bertautan bingung. Dan Myungsoo mengutuk dirinya dalam hati. Sepertinya ia sudah bicara terlalu banyak. Ah ini tidak seperti yang ia rencanakan sebelumnya.

“Darimana kau tahu bahwa aku menyukai cokelat saat mood-ku sedang turun?”

Myungsoo menggaruk leher belakangnya berpikir, mencoba mencari jawaban yang sedikit masuk akal dan mungkin akan membuat Jiyeon percaya.

“Bukankah semua orang menyukai cokelat di saat mood mereka sedang buruk?” Myungsoo mencoba menjawab dengan santai dan senyum yang dipaksakan.

“Oh baiklah Bomi memberitahuku.” Aku Myungsoo.

Entah apa yang membuat kelakuan Myungsoo kali ini terlihat lucu dimata Jiyeon. Myungsoo yang mengaku sambil menundukkan wajahnya dengan malu lalu menggaruk kepala yang Jiyeon yakini sama sekali tidak gatal. Jiyeon tersenyum melihat tingkah laku Myungsoo.

Myungsoo yang menyadari senyuman Jiyeon padanya langsung berteriak senang dan dilanjutkan dengan tawa bahagianya. Bagaimana tidak, baru pertama kali ini Jiyeon tersenyum padanya dengan tulus dan tanpa beban sekalipun. Karena jujur saja, yang selama ini yang Myungsoo terima hanya ekspresi tidak menyenangkan yang selalu Jiyeon berikan untuknya. Segala usahanya untuk menarik perhatian Jiyeon selalu gagal total dan justru membuat gadis itu semakin sebal padanya. Dan Myungsoo sama sekali tak menyangka bahwa tingkah spontannyalah yang berhasil membuat kemajuan. Walau hanya sedikit tapi ini membuat Myungsoo benar-benar bahagia.

Myungsoo dengan cepat berdiri dan kembali menoleh kearah Jiyeon sambil menjulurkan tangannya pada Jiyeon. Jiyeon hanya menatap wajah dan juluran tangan Myungsoo bergantian.

“Bangunlah.” Ucap Myungsoo, “Hari sudah mulai malam. Kau bisa pulang bersamaku.”

Dengan segera Jiyeon berdiri tanpa mempedulikan juluran tangan Myungsoo yang bermaksud untuk membantunya bangun dari duduk.

“Aku bisa bangun dan pulang sendiri.”

Myungsoo hanya menghela nafasnya pendek, “Sudah petang, jarang bis yang lewat di saat seperti ini.”

“Tidak baik jika seorang gadis berjalan seorang diri dijam seperti ini.”

Jiyeon terlihat berpikir, yang dikatakan Myungsoo memang ada benarnya. Hari ini ia harus pulang sendiri karena supir yang biasa menjemputnya sedang sakit dan Hyeri juga pasti sudah pulang. Lalu ia akan berakhir seorang diri menunggu bis lalu..

“Kali ini aku tak akan memaksa. Tak apa jika kau kembali menolak, tapi jika kau mau..” Myungsoo kembali menjulurkan tangannya pada Jiyeon. Myungsoo masih menunggu dengan posisi yang sama saat Jiyeon masih terlihat berpikir.

Detik berikutnya seluruh kupu-kupu dalam perutnya seakan beterbangan. Jiyeon menyambut uluran tangannya. Ingin sekali rasanya ia berteriak senang sekencang mungkin. Tapi bersikap tenang mungkin akan lebih berguna dalam rangka membangun-imej-yang-baik-di-depan-Jiyeon.

Myungsoo mengeratkan telapak tangan Jiyeon padanya. Masih dengan senyum yang setia bertengger di bibirnya, Myungsoo melangkah menuju tempat dimana ia meletakkan motornya, dengan tangan yang bertautan dengan Jiyeon. Ini bukanlah sekedar kemajuan kecil, ini benar-benar kemajuan pesat.

-To be Continued-

6 thoughts on “[9th] 15:40:45 – (Un)Fair

  1. aniianiie says:

    jiyi kenapa mau ke semuanya aku kira jiyi bakal belain sehun yg lagi berantem eh ternyata dia malah asik ngobrol sama myungsoo poor minho sehun hahaha

  2. oi20 says:

    akhirnya!!!!!
    hufff seru bgt, apalagi waktu adegan adu jotos,
    aduh mpe nahan napas,
    ngeri bgt
    ihhh bayangin myungsoo yg sok manis gitu sikapnya ke jiyeon bikin ngakak sendiri
    hahahahhaa
    dtggu lanjutannya,

    • quinniechip says:

      haha iya ngeri sih sebenernya rada nggak tega juga, tapi apa mau dikata biar seru kan /eh/
      ya namanya juga usaha, nggak peduli malu maluin apa gimana ya lanjoot aja terus hehe
      makasih sudah baca dan komentar..^^

Leave Your Impression